AKHLAK DAN SIFAT ABU BAKAR SERTA ILMU DAN
KEDUDUKANNYA
بسم الله الرحمن الرحيم
1. Ibadah dan
ketaqwaan Abu Bakar
Abu Bakar mempunyai tingkat ketakwaan dan wara’ yang tinggi. Dia takut
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di saat sendiri dan merasakan terus diawasi
saat berada ditengah keramaian. Dia sangat memperhatikan kehalalan sesuatu dan
menjahui segala hal yang syubhat (diragukan kehalalannya).
Suatu hari setelah Rasulullah Shallallahu Alahi wa
Sallam selesai shalat subuh, beliau menghadap ke arah shahabatnya dan
bertanya, “Siapa diantara kalian yang berpuasa hari ini?”
Umar menjawab, “Wahai Rasulullah, saya tidak berniat puasa tadi malam,
maka pagi ini saya berbuka.”
Abu Bakar berkata, “Tapi saya sempat berniat puasa tadi malam, sehingga
pagi ini saya puasa.”
Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam bertanya lagi, “Apakah
ada diantara kalian yang hari ini telah menjenguk orang sakit?”
Abu Bakar berkata, “Aku mendapat kabar bahwa saudaraku Abdurrahman bin
Auf sakit, maka saya sempat mampir ke rumahnya untuk mengetahui kabarnya pagi
ini.”
Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam bertanya lagi, “Siapa
diantara kalian yang telah memberi makan orang miskin?”
Umar menjawab, “Kami baru saja shalat wahai Rasulullah dan belum pergi
kemana-mana.”
Abu Bakar berkata, “Saat saya hendak masuk masjid, ada pengemis yang
sedang meminta-minta. Kebetulan ada sepotong roti di tangan Abdurrahman (Putra
Abu Bakar), maka ambil dan saya serahkan pada pengemis tadi.”
Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam lantas berkata, “Bergembiralah
engkau (Abu Bakar) dengan jaminan surga.”
Dalam kesempatan lain, di salah satu majlis Rasulullah Shallallahu
Alahi wa Sallam, Abu Bakar mendengar beliau bersabda, “Siapa yang
menginfakkan sepasang dari hartaya (dua buah [ekor] dari harta yang dimiliki
yang sejenis, seperti dua kuda, dua keledai, dan sebagainya) di jalan Allah,
akan dipanggil dari berbagai pintu surga, “Wahai hamba Allah, pintu ini lebih
baik.” Siapa yang merupakan ahli shalat akan dipanggil dari pintu shalat, siapa
yang ahli jihad akan dipanggil dari pintu jihad, siapa yang ahli puasa akan
dipanggil dari pintu Ar-Rayyan, dan siapa yang ahli sedekah akan dipanggil dari
pintu sedekah.”
Abu Bakar lalu bertanya, “Demi ayahku dan ibuku sebagai tebusan untukmu
wahai Rasulullah, sungguh bahagia orang yang dipanggil dari semua pintu?”
Di samping itu Abu Bakar Radiyallahu Anhu selalu menjaga
lisannya dan melakukan introspeksi terhadap dirinya. Hingga pernah suatu hari
Umar mendapatinya sedang memegangi lidahnya seraya berkata, “Ini yang sering
mendatangkan bahaya bagi diriku.”
Putrinya, Aisyah Radhiyallahu Anha pernah bercerita, “Suatu
kali saya menggenakan pakaian rumah yang baru. Saya pun memandanginya dan
merasa sangat terkesan. “Lalu Abu Bakar bertanya, “Apa yang kau pandangi?
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan melihat kepadamu.
“Kenapa demikian?”
Abu Bakar menjawab, “Tiadakkah engkau tahu bahwa apabila seorang hamba
merasa takjub dengan perhiasan dunia, dia akan dibenci tuhannya Subhanahu
wa Ta’ala hingga ia menanggalkan perhiasan tersebut!”
Aisya berkata, “Aku pun segera menanggalkannya dan mensedekahkannya
kepada orang lain.”
Lalu Abu Bakar berkata, “Semoga apa yang kau lakukan itu dapat menghapus
kesalahanmu tadi.”
Karena itu, Abu Bakar sangat takut jika dunia dan segala perhiasannya
mengejarnya, sehingga dapat menurunkannya dari derajat shiddiqin yang
seolah-olah telah melekat padanya. Suatu saat Abu Bakar pernah minta dibawakan
minum, lalu dihadirkanlah ke hadapannya sebuah wadah berisi air dan madu.
Ketika dia mendekatkan wadah tersebut ke bibirnya, tiba-tiba dia menjauhkannya
dan langsung menangis. Sampai-samapi para shahabat yang ada disekelilignya ikut
menangis. Ketika para shahabat berhenti menangis, Abu Bakar masih terus
menangis. Hingga para shahabat berfikir bahwa mereka tidak akan sanggup
menyelesaikan masalahnya. Beberapa saat kemudian barulah Abu Bakar berhenti
menangis dan mengelap wajahnya. Mereka lalu bertanya, “Wahai khalifah
Rasulullah, apa yang membuatmu menangis?”
Abu Bakar menjawab, “Waktu itu saya bersama Rasulullah Shallallahu
Alahi wa Sallam, saya melihatnya menjauhkan sesuatu dari dirinya seraya
berkata, “Menjauhlah dariku, menjauhlah dariku.” Padahal tidak ada seorang pun
bersamanya. Saya pun bertanya pada beliau, “Wahai Rasulullah, apa yang engkau
dorong, saya tidak melihat seorang pun bersamamu?” Jawab beliau, “Dunia ini
menampakkan segala keindahannya di hadapanku, maka saya katakan padanya,
“Menjauh dariku. Lalu dunia berkata, “Demi Allah, jika engkau berhasil lepas
dariku, maka orang sesudahmu tidak akan bisa terlepas.” Maka saya sangat
khawatir dunia telah mengejarku, itulah yang membuatku menangis.”
Di samping sifat wara’ yang dimilikinya, Abu Bakar juga sangat
berhati-hati dalam kebenaran sesuatu bahkan dalam setiap suapan yang masuk ke
dalam perutnya. Dia tidak akan mau menerima sesuatu yang terindikasi mengandung
syubhat. Ada seorang budak Abu Bakar yang menyerahkan upeti kepadanya. Abu
Bakar pun biasa memakan sebagian dari upeti yang diserahkan si budak. Maka
suatu kali budak itu menyerahkan sesuatu kepada Abu Bakar dan langsung dimakan
oleh Abu Bakar. Tiba-tiba si budak bertanya, “Tahukah engkau apa itu?” Abu
Bakar kembali bertanya, “Apa itu?” Budak itu menjelaskan, “Di masa jahiliyah
saya pernah meramal untuk seseorang, padahal saya tidak pandai meramal, saya
hanya membohonginya. Lalu orang itu datang menemuiku dan memberiku makanan itu.
Itulah yang baru saja engkau makan.” Mendengar penjelasan si budak Abu Bakar
langsung memasukkan jari tangannya ke dalam tenggorokannya agar bisa muntah.
Maka keluarlah semua makanan dari perutnya. Seseorang berkata, “Semoga Allah
merahmatimu, apakah engkau melakukan itu hanya untuk mengeluarkan satu suapan
itu?” Abu Bakar berkata, “Jika suapan itu tidak mau keluar kecuali dengan
nyawaku, pasti saya keluarkan nyawaku sekalian. Saya pernah mendengar
RasulullahShallallahu Alahi wa Sallam bersabda , “Setiap tubuh yang tumbuh
dari sesuatu yang haram, neraka lebih pantas untuknya.” Maka saya khawatir,
akan tumbuh sebagian dari tubuhku dari setiap makanan itu.”
Abu Bakar tidak pernah lengah seharipun dari perbuatannya. Bahkan dia
selalu merasa takut kepada Allah dan berkata, “Aku berharap menjadi sehelai
rambut di sisi seorang hamba yang beriman.”
Jika ada yang memujinya, dia akan berdoa, “Ya Allah, Engkau lebih tahu dariku
dari pada aku, dan aku lebih tahu diriku dari pada mereka. Ya Allah, jadikan
aku lebih baik dari apa yang mereka sangkah, dan ampuni apa yang tidak mereka
ketahui, dan jangan hukum aku atas apa yang mereka ucapkan.”
2. Infaknya di jalan Allah.
Abu Bakar merupakan orang paling dermawan. Tidak ada seorang pun dari kalangan shahabat yang melebihi kedermawanan Abu Bakar. Mari kita perhatikan cerita yang disampaikan Umar bin Khaththab berikut ini.
Abu Bakar merupakan orang paling dermawan. Tidak ada seorang pun dari kalangan shahabat yang melebihi kedermawanan Abu Bakar. Mari kita perhatikan cerita yang disampaikan Umar bin Khaththab berikut ini.
“Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam memerintahkan kami untuk
bersedekah. Kebetulan saat itu aku sedang memiliki sejumlah harta. Maka aku
berkata pada diriku sendiri, “Kali ini aku harus mengalahkan Abu Bakar, maka
aku pun datang dengan membawa separuh dari hartaku. Rasulullah bertanya, “Apa
yang engkau sisakan untuk keluargamu?” Jawabku, “Sebanyak itu juga.” Tak lama
kemudian datang Abu Bakar membawa seluruh hartanya. Rasulullah bertanya
padanya, “Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?” Abu Bakar menjawab, “Aku
sisakan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya.” Aku berkata dalam hati, “Aku tidak
akan pernah bisa mengalahkan kedermawanan Abu Bakar.”
Ketika Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam diutus sebagai
Nabi, Abu Bakar memiliki harta sebanyak empat puluh ribu dinar. Semua itu
langsung diinfakkannya kepada Rasulullah untuk digunakan di jalan Allah. Dengan
harta itu Rasulullah memerdekakan budak dan menolong kaum muslimin. Rasulullah
menggunakan harta Abu Bakar itu seperti dia menggunakan hartanya sendiri.
Hingga suatu kali Rasulullah pernah bersabda, “Semuanya yang pernah membantu
telah kami balas, kecuali Abu Bakar, dia mempunyai hak atas kami yang nanti
akan dibalas langsung oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di hari kiamat. Tidak ada
harta yang memberi manfaat kepadaku lebih besar dari manfaat yang diberikan
oleh harta Abu Bakar.”
3. Keilmuan Abu Bakar, hadits-hadits yang diriwayatkannya, dan
orang-orang yang meriwayatkan hadits darinya
Abu Bakar merupakan pemuka para shiddiqin di kalangan shahabat yang mulia, paling pertama dari sekelompok manusia yang pertama masuk islam, manusia paling berani, paling gemar berinfak, paling besar kecintaannya kepada Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam, paling gemar bertaubat, dan takut kepada Allah di kala sendiri dan di tengah keramaian.
Abu Bakar merupakan pemuka para shiddiqin di kalangan shahabat yang mulia, paling pertama dari sekelompok manusia yang pertama masuk islam, manusia paling berani, paling gemar berinfak, paling besar kecintaannya kepada Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam, paling gemar bertaubat, dan takut kepada Allah di kala sendiri dan di tengah keramaian.
Lebih dari itu, Abu Bakar juga merupakan manusia yang paling berilmu dan
paling faham dengan persoalan agama. Pada masa Rasulullah Shallallahu
Alahi wa Sallam pernah memberi fatwa. Ketika Ibnu Umar ditanya, “Siapa
yang memberi fatwa di zaman Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam?”Dijawab,
“Abu Bakar dan Umar. Setahuku tidak ada yang lainnya lagi.”
Karena itulah, ketika Rasulullah Shallallahu Alahi wa
Sallam sakit, beliau mengutamakan Abu Bakar atas yang lainnya untuk
menjadi imam. Tidak ada yang pantas mengimami orang-orang selain orang yang
paling baik bacaannya dan paling dalam ilmunya di antara mereka. Begitu juga
dalam masalah haji pada tahun kesembilan hijrah, Abu Bakar diangkat sebagai
pimpinan rombongan haji. Tidak ada yang pantas menjadi pemimpin haji selain
orang yang paling faham tentang manasiknya dan paling mengerti di antara
mereka.
Ketika Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam meninggal dunia,
sekelompok orang menolak untuk membayar zakat. Abu Bakar pun mengambil sikap
tegas, sikap yang amat terkenal dalam sejarah. Dia berkata, “Demi Allah, saya
akan memerangi orang yang memisahkan antara kewajiban sholat dan zakat,
sesungguhnya zakat adalah haknya harta. Demi Allah, jika mereka menolak
membayar seutas tali pengikat unta yang sebelumnya mereka tunaikan di masa
Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam,akan saya perangi mereka dengan
penolakan tersebut.”
Para shahabat pada awalnya tidak memahami hukum dalam masalah ini, namun
Abu Bakar terus mendebat mereka dan menjelaskan berbagai hujjah disertai
dalil-dalil yang kuat, hingga nampaklah kebenaran pandangannya setelah
berkali-kali dilakukan pembahasan atas masalah ini. AllahSubhanahu wa
Ta’ala pun membukakan hati mereka sebagaimana telah membukakan hati Abu
Bakar untuk bangkit memerangi kelompok orang-orang murtad.
Tidak ada peristiwa yang lebih menunjukkan keluasan ilmunya tentang
Al-Qur’an dan banyaknya hafalan haditsnya, selain apa yang ditunjukkannya di
Saqifah bani Saidah. Ketika dia berkhutbah, tidak ada satu pun dari yang
diturunkan pada kaum Anshar, atau yang pernah disebutkan oleh Rasulullah
mengenai mereka, kecuali disebutkan juga oleh Abu Bakar di depan khalayak.
Banyak shahabat yang meriwayatkan hadits darinya, diantaranya Umar,
Utsman, Ali, Abdurrahman bin Auf, Ibnu mas’ud, Abdullah bin Umar, Abdullah bin
Amr, Ibnu Abbas, dan Hudzaifah Radhiyallahu Anhum. Termasuk beberapa
putra-putrinya, seperti Abdurrahman, Muhammad, dan Aisyah. Bahkan sejumlah
perowi dari kalangan tabi’in ikut meriwayatkan hadits darinya.
Namun, meski memiliki keluasan ilmu, jumlah hadits Rasulullah yang
diriwayatkan darinya hanyalah 142 hadits. Sebab Abu Bakar wafat sebelum
hadits-hadits tersebar luas dan sebelum para tabi’in memiliki perhatian serius
dalam mendengar, mencari, dan menghafal hadits. Di samping itu, Abu Bakar juga
sempat disibukkan dengan upaya memerangi kaum murtadin dan meletakkan kaidah
dasar untuk negara Islam. Belum lagi dia harus menjalankan tugasnya sebagai
khalifah. Semua itu membuatnya sulit untuk meluangkan waktu dalam berbagai
majlis ilmu dan pengajarannya.
4. Penafsiran mimpi yang dilakukan oleh Abu Bakar
Abu Bakar As-Shiddiq terkenal pandai menafsirkan mimpi. Sehingga Muhammad bin Sirin mengatakan, “Abu Bakar adalah orang yang paling pandai menafsirkan mimpi di kalangan umat Islam setelah Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam.
Abu Bakar As-Shiddiq terkenal pandai menafsirkan mimpi. Sehingga Muhammad bin Sirin mengatakan, “Abu Bakar adalah orang yang paling pandai menafsirkan mimpi di kalangan umat Islam setelah Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam.
Ibbun Abbas Radhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan, “Seorang
laki-laki datang menemui RasulullahShallallahu Alahi wa Sallam dan
berkata, “Wahai Rasulullah, semalam saya bermimpi melihat segumpal awan
meneteskan minyak samin dan madu. Kulihat orang-orang menadahkan tangannya ke
arah awan tersebut. Ada yang mendapat banyak dan ada juga yang mendapat
sedikit. Kemudian saya melihat seutas tali terjulur dari langit ke bumi. Saya
melihat engkau memegang tali itu, lalu naik ke atas. Setelah itu ada yang turut
memegang tali itu dan ikut naik mengikuti engkau. Laki-laki lain juga naik
menyusul. Kemudian ada seorang lagi ikut naik, tetapi tali itu terputus.
Setelah tali disambung maka dia naik terus ke atas.”
Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah saya memohon kepada engkau
agar mengizinkan saya untuk menafsirkan mimpi itu. “Rasulullah Shallallahu
Alahi wa Sallam menjawab, “Tafsirkanlah!” Abu Bakar berkata, “Awan yang
ada dalam mimpi itu adalah Islam. Sedangkan minyak samin dan madu yang menetes
dari awan itu adalah Al-Qur’an yang manis dan lembut. Adapun yang ditadah oleh
orang-orang dalam mimpi itu adalah orang-orang yang mendapat pemahaman dari
Al-Qur’an. Ada yang mendapat pemahaman yang banyak dan ada juga yang mendapat
pemahaman yang sedikit. Sedangkan tali yang terulur dari langit adalah
kebenaran yang engkau bawa dan engkau yakini wahai Rasulullah, Hingga dengannya
Allah Subhanahu wa Ta’ala meninggikan derajat engkau. Kemudian tali
(kebenaran) itu pun diikuti oleh banyak orang lain, hingga dengannya dia pun
mencapai derajat yang tinggi. Kemudian tali (kebenaran) itu diikuti oleh yang
lain, tetapi tiba-tiba tali itu terputus. Maka ia pun berusaha untuk menyambung
lagi, hingga tersambung, dan ia pun memperoleh derajat yang tinggi. Demi ayahku
dan engkau wahai Rasulullah , beritahukanlah kepadaku, apakah tafsir mimpiku
benar?” Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam menjawab, “Wahai Abu
Bakar, sebagian ada yang benar dan sebagian ada yang salah.” Abu Bakar berkata,
“Demi Allah wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku, manakah yang benar dan
manakah yang salah?” Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallambersabda,
“Janganlah kamu bersumpah (dalam masalah tafsir mimpi ini)!”
Kemudian, putrinya Aisyah Radhiyallahu ‘Anha pernah bermimpi
melihat tiga bulan jatuh ke dalam rumah. Dia pun menceritakan mimpi tersebut
kepada Abu Bakar. Mendengar itu Abu Bakar menjelaskan, “Jika benar mimpimu itu,
maka di rumahmu ini akan dikuburkan tiga manusia terbaik.” Ketika
Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam wafat, Abu Bakar berkata kepadanya,
“Wahai Aisyah, ini adalah bulanmu yang terbaik.” Sementara dua bulan yang lain
adalah Abu Bakar dan UmarRadhiyallahu ‘Anhuma. **baca selanjutnya**
0 komentar:
Posting Komentar