Jumat, 11 September 2015

“Tidak ada sifat iri yang terpuji kecuali pada dua orang”



بسم الله الرحمن الرحيم

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ عَلَّمَهُ اللَّهُ القُرْآنَ، فَهُوَ يَتْلُوهُ آنَاءَ اللَّيْلِ، وَآنَاءَ النَّهَارِ، فَسَمِعَهُ جَارٌ لَهُ، فَقَالَ: لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلاَنٌ، فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَهُوَ يُهْلِكُهُ فِي الحَقِّ، فَقَالَ رَجُلٌ: لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلاَنٌ، فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ

“Tidak ada (sifat) iri (yang terpuji) kecuali pada dua orang: seorang yang dipahamkan oleh Allah tentang al-Qur-an kemudian dia membacanya di waktu malam dan siang hari, lalu salah seorang tetangganya mendengarkan (bacaan al-Qur-an)nya dan berkata: “Duhai kiranya aku diberi (pemahaman al-Qur-an) seperti yang diberikan kepada si Fulan, sehingga aku bisa mengamalkan seperti (membaca al-Qur-an) seperti yang diamalkannya. Dan seorang yang dilimpahkan oleh Allah baginya harta (yang berlimpah) kemudian dia membelanjakannya di (jalan) yang benar, lalu ada orang lain yang berkata: “Duhai kiranya aku diberi (kelebihan harta) seperti yang diberikan kepada si Fulan, sehingga aku bisa mengamalkan (bersedekah di jalan Allah) seperti yang diamalkannya” (HR. Al-Bukhari).

Maksud “iri/cemburu” dalam hadits ini adalah iri yang benar dan tidak tercela, yaitu al-gibthah, yang artinya menginginkan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain tanpa mengharapkan hilangnya nikmat itu dari orang tersebut.

Coba perhatikan dan renungkan hadits ini dengan seksama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallammenyebutkan dua golongan manusia yang pantas untuk dicemburui, yaitu orang yang memahami al-Qur’an dan mengamalkannya serta orang yang memiliki harta dan menginfakkannya di jalan Allah.

Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menjelaskan sebab yang menjadikan mereka pantas untuk dicemburui, bukan karena kelebihan dunia semata yang mereka miliki, tapi karena mereka mampu untuk menundukkan hawa nafsu yang mencintai dunia secara berlebihan, sehingga harta yang mereka miliki tidak menghalangi mereka untuk meraih keutamaan tinggi di sisi Allah.

Inilah kelebihan sejati yang pantas dicemburui, adapun kelebihan harta atau kedudukan duniawi semata maka ini sangat tidak pantas untuk dicemburui, karena ini hakikatnya bukan merupakan kelebihan tapi celaan dan fitnah bagi manusia, sebagaimana sabda Rasulullah s shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya pada setiap umat (kaum) ada fitnah (yang merusak/menyesatkan mereka) dan fitnah (pada) umatku adalah harta” (HR. At-Tirmizi)

Oleh karena itu, cemburu dan iri hanya karena kelebihan harta yang dimiliki seseorang tanpa melihat bagaimana penggunaan harta tersebut, ini adalah sifat yang sangat tercela. Allah berfirman tentang orang-orang yang iri melihat harta kekayaan Qarun:
“Maka keluarlah dia (Qarun) kepada kaumnya dengan perhiasannya (harta bendanya). Orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia berkata: “Duhai kiranya kami mempunyai harta kekayaan seperti yang diberikan kepada Qarun, sesungguhnya dia benar-benar memiliki keberuntungan yang besar. Tetapi orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata: “Celakalah kalian! Ketahuilah, pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan (pahala yang besar) itu hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar. Maka kami benamkan dia (Qarun) bersama rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya satu golongan pun yang (mampu) menolongnya selain Allah, dan dia tidak termasuk orang-orang yang dapat membela diri. Dan jadilah orang-orang yang kemarin mengangan-angankan kedudkan (harta benda) Qarun itu berkata: “Aduhai, benarlah kiranya Allah yang melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia dikehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan membatasi (bagi siapa yang Dia dikehendaki di antara hamba-hamba-Nya). Sekiranya Allah tidak melimpahkan karunia-Nya kepada kita, tentu Dia telah membenamkan kita pula. Aduhai, benarlah kiranya tidak akan beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah)” (QS. Al Qashash: 79-92)

Adapun contoh sikap cemburu yang benar adalah sikap cemburu dalam kebaikan yang ditunjukkan oleh orang-orang yang sempurna iman mereka, para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut:

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu dia berkata: Orang-orang miskin (dari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) pernah datang menemui beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu mereka berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, orang-orang (kaya) yang memiliki harta yang berlimpah bisa mendapatkan pahala (dari harta mereka), kedudukan yang tinggi (di sisi Allah Ta’ala) dan kenikmatan yang abadi (di surga), karena mereka melaksanakan shalat seperti kami melaksanakan shalat dan mereka juga berpuasa seperti kami berpuasa, tapi mereka memiliki kelebihan harta yang mereka gunakan untuk menunaikan ibadah haji, umrah, jihad dan sedekah, sedangkan kami tidak memiliki harta…”. Dalam riwayat Imam Muslim, di akhir hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Itu adalah kerunia (dari) Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya“(HR. Bukhari).

Imam Ibnu Hajar berkata: “Dalam hadits ini (terdapat dalil yang menunjukkan) lebih utamanya orang kaya yang menunaikan hak-hak (Allah Ta’ala) pada (harta) kekayaannya dibandingkan orang miskin, karena berinfak di jalan Allah (seperti yang disebutkan dalam hadits di atas) hanya bisa dilakukan oleh orang kaya”.

Kesimpulannya, termasuk orang yang pantas dicemburui, bahkan kecemburuan tersebut dipuji dalam Islam adalah orang yang memiliki kelebihan dalam harta tapi dia selalu menginfakkan hartanya di jalan Allah. Karena kecemburuan ini dapat menjadi motivasi untuk berlomba-lomba dalam kebaikan yang diperintahkan dalam agama. Allah berfirman:

“Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan” (QS al-Baqarah: 148).
Jadi cemburu dan iri kepada kelebihan harta yang dimiliki seseorang bukan karena kelebihan harta yang dimilikinya semata-mata, akan tetapi karena motivasi kebaikan besar yang dimilikinya dengan banyak membelanjakan hartanya di jalan Allah. Inilah sebaik-baik harta yang dimiliki oleh orang yang beriman, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Sebaik-baik harta yang shaleh (penuh berkah) adalah untuk hamba yang shaleh”.

Adapun sifat rakus dan ambisi berlebihan terhadap harta tanpa mempertimbangkan keberkahan dan manfaatnya dalam meraih keridhaan Allah maka ini perbuatan tercela dan sebab yang akan merusak keimanan seorang hamba, serta menjadikannya jauh dari segala kebaikan dunia dan akhirat.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya)”(HR. Ibnu Majah).

0 komentar:

Posting Komentar